Corona Down Sindrom, Inikah Derai Air Mata Kita (?)
Down Sindrom__, yg belakangan ini sangat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai akibat dari Virus Corona, mampu meniadakan rasa kebersamaan yang tumbuh sebagai bagian dari pranata sosial dalam masyarakan Indonesia yang sangat majemuk dan humanis. Di saat yang sama para pekerja Asing, berdatangan tanpa merasa khawatir bahwa tenaga kerja lokal sedang ‘dirumahkan’. Apakah ini bagian dari citra kita yang mulai lupa bahwa “Kedilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” harus di tegakkan(?). Ataukah kita memang sangat loyal terhadap pemilik modal sementara Bumiputera dibiarkan kerja keras dengan aturan yg ketat dan tegas(?).
Sesungguhnya, sudah merupakan komitmen kebangsaan kita Semua untuk menjaga bumi pertiwi Indonesia Raya tanah pusaka, dari berbagai ancaman dari manapun datangnya, khususnya saat ini kita sedang menghadapi ancaman Virus Corona, yang pada akibatnya berjabat tangan, berkumpul, berjam’ah dalam ibadah dan arisan keluarga serta shoping, di anjurkan untuk ditiadakan.
Sementara itu masyarakat Komunal, pasti merasa bangga disaat semua pekerja harus dirumahkan, begitu juga pelajar. Karena sudah sekian lama mereka terbiasa hidup dalam kubangan derita tanpa sumber penghasilan yang pasti. Yg mereka tahu “Sumur Kasur, dan sumber pekerjaan” tak pasti. Di saat yg sama banyak diantara kaum “Metropolis” mulai resah dengan melonjaknya Rupiah hingga 15.200/US. Karena mereka terlalu bergantung dengan produk import seperti hal-nya buah-buahan, dll.
Apakah ini bagian dari cara Tuhan mengingatkan kita untuk bersihkan diri dan selalu mengucap syukur kepada-Nya. Ataukah Tuhan sedang mengajari kita untuk merasakan kehidupan yang dirasakan oleh rakyat jelata yang tidak bisa merasakan kebagian karena dirumahkan oleh suasana batin yg disebabkan lapangan kerja susah, hasil kebun dan laut tidak laku dipasaran, disebabkan hadirnya Pasar modern { Carrefour } yg menyediakan segala kebutuhan seperti yg ada di pasar tradisional. Mungkinkah, kita hanya menjadikan tempat ibadah sebagai pusat pengaduan saat ada persoalan, sehingga harus tutup, untuk kita refleksi jiwa yg terpenjara oleh kehidupan dunia, Wallahu’alam bishawab__.
Oleh : Dr. Habib Idrus Al-Hamid, S.Ag., M.Si., Rektor IAIN Fattahul Muluk Papua.