Fenomena Sound Horeg di Pulau Jawa, antara Fatwa dan Analisis Hukum Pidana
Belakangan ini, sedang ramai perbimbincangan di media sosial tentang sebuah fenomena budaya hiburan di Indonesia yakni fenomena sound horeg, sebuah budaya hiburan musik yang menjadi iconic di Pulau Jawa, khususnya Jawa bagian Timur. Fenomena ini menjadi hangat perbincangannya setelah munculnya fatwa haram dari pertemuan Forum Satu Muharram (FSM) yang digelar di Pondok Pesantren Besuk di Pasuruan Jawa Timur.
Apa Itu Sound Horeg ?
Sound Horeg merupakan istilah yang merujuk pada hiburan keliling menggunakan sound system dengan volume suara yang tinggi, secara bahasa Horeg itu merupakan istilah yang digunakan untuk sebuah hiburan musik dengan pengeras suara diatas rata-rata, bahasa ini merupakan bahasa familiar di pulau jawa dengan bahasa gabungan kata yakni ‘hore’ yang artinya bersenang-senang dan ‘g’ nya dalam singkatan ‘goyang’ jadi bahasa Horeg itu sendiri bisa diartikan sebagai bersenang-senang dengan bergoyang.
Pengunaan Sound Horeg menjadi kultrul yang membudaya di kalangan masyarakat jawa secara umum dan jawa timur secara khusus, yang biasa dipergunakan untuk acara-acara seperti mantenan, acara agustusan, kegiatan festifal karnaval atau kegiatan lain yang orientasinya mengandung hiburan dan ingin mengundang keramaian, karena sound horeg ini oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai hiburan pesta rakyat yang meriah.
Akan tetapi, praktik ini juga memunculkan polemik yang terus disoroti lantaran seringkali mengganggu ketertiban umum dan pengaruhnya terhadap gangguan kesehatan pendengeran, Dr. Muhammad Khoirul Nail, S.H, MH. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Jember, memandang dua hal terhadap fenomena sound horeg. “Pertama sebagai ekspresi kebahagiaan dengan budaya populer, sound horeg memiliki nilai artistik yang mengandung potensi kreatif dibidang seni dan tekhnologi, namun sangat disayangkan jika hal demikian tidak dibarengi dengan edukasi dan regulasi, bukan malah menjadi wahana hiburan namun lebih cendrung pada aktifitas gangguan sosial” lebih lanjut pak Khoirul Nail juga menyinggung akan terlalu ekstremnya radius volume suara yang diputar menjadi keluhan utama masyarakat yang tidak pro terhadap budaya ini.
Pandangan Islam dan Fatwa tentang Sound Horeg
Islam memandang segala sesuatu yang baik itu pasti akan disenangi jika mendatangkan ketenangan dan ketentraman, begitupun sebaliknya kegiatan yang buruk itu biasanya akan mendatangkan bahaya/malapetaka, jadi prinsip La Dharar Wala Dhirar dalam islam yang artinya ‘Jangan Membahayakan Diri Sendiri dan Orang Lain’ sangat relevan digunakan sebagai dalil untuk menanggapi fenomena Sound Horeg. Kiai Afifudin Muhajir selaku Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo yang Sekaligus menjabat sebagai Wakil Rais Am PBNU juga ikut berpendapat tentang Sound Horeg beliau berpendapat “Sound Horeg itu baik bagi penggemar, namun berbahaya bagi pihak yang lain, sudah barang tentu lebih banyak pihak yang lain dari pada para pengemar” pendapat beliau secara tersirat menjelaskan suatu hukum, dimana suara mayoritas yang seharusnya dibela dari pada suara minoritas.
Fatwa Haram Sound Horeg yang dikeluarkan oleh Forum Satu Muharram (FSM) tersebut berdasarkan hasil kajian diskusi atau Bahtsul Masail yang melibatkan para kiai dan santri, Kiai Muhib Aman Ali selaku Pimpinan Ma’had Aly Pondok Pesantren besuk Pasuruan, menjelaskan bahwa keputusan ini hasil diskusi panjang atas respon keresahan masyrakat yang terganggu dengan adanya Sound Horeg “Banyak masyarakat yang mengeluh, bahkan akibat getaran dari suara nyaring sound horeg sampai memecahkan kaca rumah di salah satu warga” ungkapnya.
Kiai Muhib juga menjelaskan bahwa fatwa ini bukan bermaksud untuk mematikan perekonomian para pelaku usaha sound system, beliau membedakan antara sound system biasa dengan sound horeg dengan kapasitas volume tinggi itu, “Yang kami fatwakan haram itu adalah sound yang memenuhi tiga kriteria, yakni menggagu dan menyakiti orang lain, mengandung kemungkaran, dan merusak generasi bangsa, jika sound yang tidak mengandung kegita unsur ini, seperti sound syestem biasa, itu tidak haram” ungkap beliau
Analisis Tinjauan Hukum Pidana
Ibi Ius Ibi Societas dimana ada masyarakat disana ada hukum, ini adalah ungkapan yang menggambarkan bahwa setiap masyarakat pasti butuh terhadap yang namanya hukum, seperti tujuan hukum itu sendiri bahwa hukum bertujuan untuk keamanan, kedamaian, kenyamanan, ketentraman dan kesejahteraan, prinsip yang ditawarkan adalah prinsip keadilan kebermanfaatan dan kepastian hukum, sudah barang terntentu untuk menjelankan fungsi dan tujuan hukum dibuat sebuah aturan-aturan yang berisi perintah dan larangan, dalam hal ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Fenomena Sound Horeg dalam tinjauan hukum pidana dapat dikaitkan dengan perbuatan menggaggu ketertiban umum, hal ini telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terbaru yakni Undang-Undang Nomer 1 Tahun 2023, pada BAB V tentang Tindak Pidana Terhadap Gangguan Ketertiban Umum di Pasal 265 yang berbunyi “Setiap orang yang menggagu ketentraman lingkungan dengan membuat hingar-bingar atau berisik menggagu tetangga dapat dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II”
Yang menjadi rambu-rambu dalam alanisis hukum dari fenomena Sound Horeg adalah adanya unsur-unsur Tindak Pidana, yakni adanya perbuatan melawan hukum, dengan melanggar pasal 265 KUHP, adanya aktifitas mengganggu orang lain, serta adanya unsur kesengajaan dalam praktik yang dianggap sebagai hiburan, kegita unsur inilah yang menjadi catatan sehingga hukum harus bergerak dan bertindak untuk tercapainya tujuan hukum tadi, yakni keamanan, kenyamanan dan ketertiban masyarakat.
Antara Hiburan dan Gangguan, Ekspresi dan Pelanggaran serta Peran Pemerintah dalam Regulasi
Memang secara naluri kemanusiaan kecendrungan suka dan hobi setiap manuisa itu berbeda-beda, termasuk kegemaran dan kesukaan terhadap Sound Horeg yang sudah biasa dan bahkan membudaya dijadikan sebagai hiburan oleh para penggemarnya namun jadi gangguan bagi yang lain, perlu diingat bahwa dalam hidup kita juga terdapat hak hidup orang lain, artiya dunia tidak selebar daun kelor, ada banyak orang disekeliling kita yang perlu dihormati dan dihargai hak hidupnya.
Fenomena Sound Horeg ini sudah melampaui batas sekedar ekspresi untuk mencari hiburan, bisa dibayangkan betapa tersiksanya jika ada orang yang sedang sakit gigi kemudian tetangga sebelah menyalakan bunyi bunyian yang sekeras itu, betapa terganggunya seorang siswa yang belajar di sekolah, kemudian di samping sekolah itu ada acara resepsi pernikahan yang dengan santai menyalakan suara yang diatas kewajaran, kejadian-kejadian ini adalah potret atas keresahan yang sangat menggangu, sudah pasti masih banyak potret contoh-contoh lain yang real terjadi di masyarakat, apakah hal ini harus dibiarkan ? tentu saja tidak, sudah tentu perlau adanya peran pemerintah sebagai orang yang memeiliki kewenangan untuk mengatur fenomena ini, dalam situasi seperti pemerintah harus hadir menjadi jembatan atas keambiguan entitas budaya yang masih digemari oleh sebagian orang, namun juga harus memperhatikan dampak sosial masyarakat yang lebih luas.
Apapun yang menjadi kebijakan pemerintah adalah angin segar yang perlu dinanti kehadirannya dan kini untuk pemerintah provinsi jawa timur, atas konfirmasi Bapak Emil Dardak selaku wakil Gubernur Jawa Timur sudah mengonfirmasi bahwa pemerintah provinsi sudah dalam tahap pengkajian terkait penerbitan perda (Peraturan Daerah) tentang penggunaan Sound Horeg, dalam wawancaranya bersama beberapa media Pemerintah Provinsi Jawa Timur sedang mengumpulkan para ahli dari mulai tokoh agama, kelompok/komunitas sound horeg dan dokter spesialis THT (Telinga, Hidung dan Tenggorokan) sebagai langkah awal untuk serap aspirasi dan tahapan selanjutnya akan segera dibuatkan regulasi.
Selanjutnya sebagai warga negara yang baik harus bijak dalam bersikap, bertindak dan berkehidupan di negara ini, jika terposisikan sebagai pelaku yang suka/gemar terhadap Sound Horeg mari dari sekarang dan seterusnya untuk bisa lebih menghormati orang lain, menyetel boleh namun juga harus diukur kekerasan volumenya, jika terposisikan sebagai korban yang merasa terganggu dengan adanya suara sound horeg jangan ragu-ragu untuk mengingatkan dengan sopan dan baik kepada pihak yang bersangkutan, dari pada bergumam kesal sendirian dengan ujaran cacian yang penuh kebencian, lebih baik ditegur dengan baik sopan mari saling menjaga ketentraman, ketenangan dan mari saling megingatkan.
Oleh : Ahmad Fauzan Bakri (Ketua Ikatan Mahasiswa Alumni Salafiyah Syafi’iyah IKMASS Jember)