Jihad, Ijtihad dan Mujahadah dalam Konteks Muslim Indonesia
Pada dasarnya, berjuang di jalan Allah memerlukan perjuangan yang total, tidak setengah-setengah. Jika perjuangan dimanifestasikan secara sepenggal-sepenggal akan menghasilkan sebaliknya, hawa nafsu adalah satu hasil produksi berjuang secara tidak matang dan tidak total.
Setidaknya ada tiga anasir berjuang di jalan Allah; berjuang secara fisik yang kita sebut dengan “jihad”, secara nalar fikir filsafat dengan beragam komposisinya yang kita sebut “ijtihad”, dan secara kebatinan yang kita sebut dengan “mujahadah”.
Sebagian saudara ‘sebelah kanan’ kita yang berfaham ekstrimis misalnya, berjuangan di jalan Allah hanya lewat fisik semata (jihad), beragam kekacauan dan teror dilakukan dengan mengatas namakan ‘jihad’, padahal masih ada analisir lain yang saling mengikat, seperti ijtihad melalui nalar fikir dan mujahadah melalui hati.
Demikian juga dengan sebagian saudara ‘sebelah kiri’ kita yang berfaham bebas tanpa batas, kebanyakan mereka berjuang di jalan Allah hanya via nalar pikir yang tanpa disertai dengan anasir yang lain seperti mujahadah, lebih-lebih- jihad.
Kalau kita mencoba untuk awas diri dan menyempatkan untuk meneladani para ulama generasi awal, mereka tidak hanya awas dan mawas dalam berijtihad, tapi juga awas dan mawas terhadap analisir lain, berijtihad dan bermujahadah.
Berjuang via fikir oke, via fisik dan hati malah tambah oke. Tidak segan saya menyebut ulama seperti ini sebagai Mujtahid, Jahid dan Mujtahid yang oke.
Jihad dalam konteks Islam Indonesia mengacu pada upaya untuk memperjuangkan kebaikan, baik secara pribadi maupun untuk kepentingan umat secara kolektif. Jihad dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti dengan memperbaiki diri sendiri, memberikan sumbangan untuk kepentingan umat, berjuang melawan penindasan atau kezaliman, dan lain sebagainya. Namun, perlu ditekankan bahwa jihad tidak sama dengan terorisme atau kekerasan yang dilakukan atas nama agama.
Ijtihad adalah proses interpretasi dan pengembangan hukum Islam yang dilakukan oleh para ulama, dengan mengacu pada sumber-sumber hukum Islam seperti Al-Quran, hadis, dan kesepakatan para ulama terdahulu. Dalam konteks Indonesia, Ijtihad terus dilakukan oleh para ulama untuk menyesuaikan ajaran Islam dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang beragam.
Mujahadah adalah upaya untuk memperbaiki diri sendiri, melawan hawa nafsu dan godaan untuk mencapai kebaikan. Dalam konteks Islam Indonesia, Mujahadah sering dikaitkan dengan praktik tasawuf atau sufisme, di mana seseorang berusaha untuk memperbaiki hubungannya dengan Allah melalui meditasi, zikir, atau praktik spiritual lainnya.
Dalam praktik keagamaan di Indonesia, konsep Jihad, Ijtihad, dan Mujahadah seringkali dianggap sebagai bagian penting dari kehidupan umat Muslim. Para pemuka agama dan para ulama sering menekankan pentingnya mempraktikkan konsep-konsep ini dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan untuk mencapai kebaikan secara individu maupun kolektif.
Walakin, penting untuk diingat bahwa pemahaman dan praktik konsep-konsep ini dapat bervariasi antara individu dan kelompok Muslim, tergantung pada pandangan mereka terhadap agama dan konteks sosial dan budaya tempat mereka tinggal. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki keragaman dalam pemahaman dan praktik Islam, dan hal ini dapat tercermin dalam pemahaman dan praktik konsep-konsep seperti Jihad, Ijtihad, dan Mujahadah.
Semoga kita bisa meneladani 3 anasir dari para Salaf Shalih ini, semuanya, setiga-tiganya. Tidak setengah-setengah.
Penulis : Fauzinuddin Faiz, Ketua LTNNU Jember & Dosen UIN KHAS Jember
Editor : Ach. Munir, Sekretaris LTNNU Jember & Dosen UIN KHAS Jember