Opini

Memoles Gaya Pendidikan Ala Wali Songo untuk Generasi Zaman Now

Mendengar kata wali songo di zaman sekarang, seperti mendengar legenda Malin Kundang dan Sangkuriang yang sudah jarang bahkan usang diceritakan. Anak – anak yang lahir sebagai generasi Z ini sudah tidak tertarik menikmati hikmah, drama, dan romantisme kisah wali songo – tokoh utama perkembangan awal Islam di Jawa – yang jauh lebih menarik dibanding dengan kisah cinta Dilan dan Milea. Kondisi ini lebih parah lagi, karena adanya doktrinasi kepada kalangan muda untuk tidak percaya dengan keberadaan wali songo, doktrin tersebut gencar menyuarakan kesan kuno, kemusyrikan, dan tahayul yang menjadikan generasi Z alergi terhadap kisah penting umat Islam Indonesia ini.

Secara bahasa dan istilah, wali berarti orang yang mendapat tugas atau kepercayaan, sedangkan songo berarti berjumlah Sembilan. Sehingga, wali songo secara istilah adalah  Sembilan orang yang ditugaskan untuk menyebarkan Islam, yakni Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Raden Rahmat (Sunan Ampel), Raden Maulana Makdum (Sunan Bonang), Raden Qosim (Sunan Drajat), Ja’far Shadik (Sunan Kudus), Raden Paku (Sunan Giri), Raden Syahid (Sunan Kali Jaga), Raden Umar Said (Sunan Muria) dan yang terakhir Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Ke-sembilan wali tersebut sebagai garda terdepan dalam ekspansi ajaran Islam ke seluruh pelosok Jawa, berkat kepiawaiannya dalam berdakwah, Islam diterima oleh semua kalangan, mulai dari kalangan kerajaan hingga rakyat biasa. 

Keberhasilan wali songo dapat kita rasakan sampai sekarang, hal inilah yang seharusnya para pendidik contoh dan teladani. Meskipun sudah menjadi konsumsi dunia pendidikan, bahwa Gap antara pendidikan Islam Tradisional dan Modern terlihat jelas pada perangkat atau media yang digunakan dalam proses belajar. Namun, tidaklah menjadi probelmatika, karena sejatinya pendidikan itu menurut Hattie dalam Paul Eggen mengatakan, bahwa pengajar dan pengajaran (strategi) itu lebih baik dari pada kurikulum, media, ruang kelas dan lain sebagainya. Kompetensi wali songo harus termaktub dalam jati diri Guru jaman now agar selalu mementingkan kualitas keilmuan, pendekatan pembelajaran, dan keluesan dalam mengajar. 

Dekatkan dengan Pemimpin Shaleh

Sering mendengar ungkapan “jika ingin wangi, mendekatlah dengan orang penjual minyak wangi”? , ya itu mungkin cocok untuk ulasan berikut ini. Semua anggota Wali songo bisa dikatakan sangat dekat dengan keluarga kerajaan pada saat itu. Bahkan, beberapa adalah seorang Raja, seperti Sunan Giri yang mendirikan Giri Kedaton, Sunan Kudus sebagai penasehat utama kerajaan Demak, dan Sunan Gunung Jati yang mendirikan kesultanan Cirebon. Dari bukti inilah, pendidikan yang diajarkan oleh wali songo adalah pendidikan kepemimpinan (LeadershipEducation), sebuah karakter yang langka dimiliki oleh orang kebanyakan saat ini. 

Hal ini penting bagi generasi Z untuk mengembangakn potensi kepemimpinannya, tidak banyak pendidikan yang masih ingat bahwa kopetensi inilah yang seharusnya ditanamkan dalam benak peserta didik, mulai dari sekolah dasar hingga perguruna tinggi. Sepeti apa bentuknya? ajarkan mereka dengan selalu responsible dengan keadaan di sekitar, libatkan mereka dengan kegiatan kepemimpinan, ajak mereka menemui tokoh – tokoh penting yang shaleh dan shalehah. Harapannya, Peserta didik bisa belajar sesuai dengan kemampuannya, metode ini disebut dengan pembelajaran pembiasaan (HabituationLearning). Dalam hal ini, yang perlu digaris bawahi adalah pendidikan Zaman now harus semakin aktif memberikan pembekalan yang berjenjang dan berkesinambungan. Agar kompetensi kepemimpinan bisa tumbuh dengan baik sesuai zaman.  

Bergaul dengan Seni dan Sastra 

Jaman yang penuh dengan hasutan, berita hoaks, dan caci maki di dunia nyata serta maya ini menjadi momok bagi orang tua, mereka kebingungan bagaimana cara mencegahnya agar tidak meracuni otak anak – anak. Tidak sedikit anak didik yang terperosok dalam jurang ftinah ini, mereka tidak pandai membaca dan juga menulis, padahal kompetensi yang tidak pernah tertinggalkan sampai sekarang adalah literasi (Menulis dan Membaca). Maka dari itu, kisah wali songo sangat mearik untuk diambil pelajaran, bagaimana wali songo eksis terhadap dunia pendidikan dan pemerintahan? dan Bagaimana literasi dan seni menjadi modal dakwahnya?. Tentu ini sejalan dengan semangat pemerintah Indonesia yang menyemarakkan Pendidikan Literasi sebagai pilar K-13.Seni dan sastra tidak bisa terpisah dengan perkembangan zaman, keduanya akan selalu lekat dengan perubahan dan berkembang dinamis. Sehingga, keduanya menjadi senjata ampuh dalam berdakwah mulai zaman Nabi hingga Sekarang, termasuk wali songo. Beberapa wali songo yang terkenal mengembangkan keduanya adalah Sunan Ampel yang mengenalkan Arab Pegon (Bahasa Jawa yang ditulis dengan Huruf Arab), Sunan Bonang yang mengubah tembang wijil dan tombo ati, Serta Sunan Kali Jaga yang menciptakan Tembang Lir-Ilir, Gundul Pacul, dan Mengenalkan Wayan Kulit. 

Oleh: M. Alfan Santoso, Pengurus LTNNU Cabang Jember dan Staf Pengajar di PP. Nurul Islam Jember

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *