COVID-19 dalam Tiga Dimensi Islam
Polemik ini berawal dari ditetapkannya Kepres No. 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) serta beberapa postingan Presiden Jokowi dalam media sosial yang menuliskan“Kita berada pada situasi yang tidak biasa. Saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah”.
Dengan kata lain, negara Indonesia sedang mengikuti langkah-langkah negara besar lainnya dengan membuat kebijakan karantina wilayah (lockdown) baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional. Hal yang perlu dilakukan masyarakat adalah penerapan pembatasan sosial (social distancing), yaitu mengurangi interaksi serta mobilitas perseorangan dari satu tempat ke tempat yang lain, menghindari keramaian serta menjaga jarak. Dampaknya, banyak perusahaan, perguruan tinggi dan instansi-instansi lainnya yang meliburkan kegiatan mereka guna mencegah percepatan penularan COVID-19 ini.
Tentu, dengan dikeluarkannya kebijakan kali ini sikap masyarakat Indonesia sangatlah bermacam-macam. Umat muslim Indonesia (sebagai masyarakat mayoritas) memiliki tanggapan berbeda-beda mengenai kebijakan pemerintah kali ini yang mana antara satu dengan yang lain terkadang saling olok-mengolok.
Sebagian dari mereka adalah beberapa orang yang memiliki iman yang sangat kuat, tingkat kepercayaan yang sangat tinggi sehingga kadang kala mengabaikan aspek lainnya. Mereka mengatakan “saya tidak takut corona, saya takut Allah”. Bahkan lebih jelas Zulkifli Muhammad Ali dalam ceramahnya mengatakan “walaupun satu lift terkena COVID-19 dan kita ada di tengah-tengah mereka, semua serentak batuk mengeluarkan virusnya kita menjaga dzikir, kita menjaga sholat, kita tidak bermaksiat kepada Allah maka tidak akan ada yang tembus dalam izin Allah”.
Apakah perkataan mereka benar ? apakah diperkenankan berdekatan dan berinteraksi langsung disertai iman yang kuat tidak akan terkena penyakit kecuali atas izin Allah ?
Dalam masalah kali ini barulah harus diketahui bahwa Islam memiliki tiga dimensi yang antara satu dan lainnya tidak dapat dibenturkan, melainkan saling menguatkan bagaikan sebuah mata rantai.
Dimensi Akidah
Dalam dimensi akidah, perketaan Zulkifli Muhammad Ali sangatlah benar. Dalam Islam terkenal kaidah “La Asirun Illallah” tidak ada yang dapat memberikan dampak kecuali Allah. dalam ranah akidah kita sebagai umat muslim diharuskan yakin bahwa segala hal yang terjadi adalah datang dari Allah. Bahwa adanya sakit dan adanya kematian hanyalah bergantung pada Allah. jangan sampai ada keyakinan bahwa ada hal lain yang dapat memberikan dampak selain Allah.
Di sinilah mengapa Islam disebut agama yang percaya bahwa Allah maha segala-galanya, maha semena-mena terhadap makhluknya dan maha bebas melakukan apapun dan hambanya merasa kerdil sehingga mengikuti arus mau dibawa kemana hidupnya. Padahal Islam tidak sekronis itu. Oleh karena itu ada dimensi yang ke dua : fikih.
Dimensi Fikih
Dalam kenyataannya, Islam tidak hanya mengatur perihal keimanan saja. Akan tetapi Islam juga mengajari kiat-kiat bagaimana kita menjalani kehidupan. Bagaimana kita berinteraksi dengan sesama. Kapan kita perlu mengedepankan agama dibandingkan dengan yang lain dan kapan pula kita harus mengedepankan aspek non-agama dari pada agama itu sendiri. Hal ini semuanya diatur berdasarkan landasan tujuan-tujuan diciptakannya sebuah hukum Islam atau dalam Islam sendiri dikenal dangan Maqasid As-syari’ah.
Menanggapi COVID-19, dalam dimensi fikih, Islam mengenal sebuah kaidah berbunyi “la dlarara wa la dlirara” tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain. Mengaca pada kaidah ini, dalam menyikapi COVID-19 kita harusnya mematuhi kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, melakukan lockdown dengan social distancing. Bukan malah uji nyali masuk liftyang isinya pasien positif COVID-19. Sungguh Islam melarang melakukan hal tersebut.
Dimensi Doa
Melakukan lockdown serta social distancing hanya mencegah percepatan penyeberan COVID-19. Ada sedikit kemunkinan kita juga terkena meskipun sudah melakukan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut. Oleh karena itu dimensi Islam ketiga ini sangatlah penting. Berdiam dirumah serta tetap berdoa diberikan keselamatan dan kesehatan.
Lebih dari itu doa merupakan senjata umat muslim “ad-du’a silahul mu’min”. Dalam melakukan dimensi ketiga ini, beberapa pondok pesantren di indonesia sudah menyerukan untuk melakukan qunut nazilah sebagai bentuk ikhtiar dan doa dalam menghadapi COVID-19.
Terakhir, meyakini bahwa COVID-19 adalah dari Allah merupakan sebuah kewajiban namun sudah tentu kita dilarang melakukan hal-hal yang dapat mengakibakan terinfeksi disertai dengan doa agar diselamatkan dari virus ini dan senantiasa dalam keadaan sehat wal afiat. Wallahu a’lam.
Oleh: Mmt. Mafakhir, Pengurus KOMPRES IAIN Jember