KH. Abdushomad Misrai: Kiai Penguhubung Dunia Bumi ke Dunia Langit
Siapa warga Ledokombo yang tidak kenal dengan KH. Misrai. Nama beliau sangat masyhur diceritakan dari telinga ke telinga masyarakat di sana. Beliau adalah tokoh ulama berkarakter arif dan menjunjung tinggi akhlakul karimah, diketahui pula beliau adalah karip dari ulama sekaligus pahlawan nasional yaitu KHR. As’ad Syamsul Arifin.
KH. Misrai begitu kebanyakan orang mengenalnya, memilki nama asli KH. Abdusshomad Misrai. Nama Misrai sendiri beliau sematkan dari nama putra bungsu beliau yang wafat di usia belia yaitu Lr. Misrai, sebagai bentuk untuk mengabadikannya.
Lahir pada tanggal 10 Juni 1905, dengan nama Abdusshomat Misrai, putra dari pasangan Kiai Sayyidina Ny. Rinten. Sedari kecil beliau mengenyam pendidikan sama seperti anak seuisinya, mengaji ke kiai kampung di desanya.
Memasuki usia remaja. KH, Misrai melanjutkan sirah keilmuanya untuk pergi belajar: mengaji dan mengabdi kepada Pondok Pesantren Raudlatul Ulum. Di sana beliau menjadi assabiqul awwalun santri Kiai Syukri. Berstatus sebagai santri-nya Kiai Syukri, KH. Misrai terkenal akan tawadhu’ dan ahlak beliau yang dijaga kepada siapa saja yang bertemu dengannya.
Tidak ada catatan pasti mengenai tanggal dan tahun KH. Misrai “boyong” dari Raudlatul Ulum. Namun, pada tahun 1984, KH. Misrai mulai merintis pondok pesantren yang ia asuh sendiri. Diberi nama dengan pondok yang dulu beliau menggali ilmu, sehingga pondok yang ia dirikan hingga saat ini dikenal dengan “Pondok Pesantren Raudlatul Ulum”.
Dalam perjalanan mendirikan pondok pesantren ini, KH. Misrai di tahun 1984 masih tidak memiliki bangunan pesantren yang permanen. Setahun berikutnya, KH. Saiful Bari; salah satu putra mendapatkan mandat amanah dari KH. Misrai yang pada saat itu didampingi oleh KHR. As’ad Syamsul Arifin agar mendirikan dan melanjutkan pesantren. Lambat laun, bangunan dan bangunan di Raudlatul Ulum ditegakan dibarengi dengan datangnya para santri.
KHR. As’ad Syamsul Arifin dikenal memang acap kali bersama dengan KH. Misrai. Muktamar ke-27 NU yang diselenggarakan di Situbondo tahun 1984 adalah salah satu buktinya, KHR. As’ad Syamsul Arifin meminta KH. Misrai untuk melakukan istikharah. Hubungan inilah yang melandasi selain kepada masyarakat (bumi), KH. Misrai juga menghubungkanya ke Allah Swt. (langit).
Mengenai kepribadian KH. Misrai, KHR. As’ad Syamsul Arifin pernah mengatakan: “Santri 1000 ditukar dengan KH. Misrai tidak akan cukup, karena ketawadl’an dan akhlak beliau. Meskipun KH. Misrai bukan santri saya, tapi seakan beliau berguru langsung kepada saya.
Dikenal sebagai pengasuh yang menjunjung tinggi dan sangat tegas kepada santri mengenai akhlakul karimah terlebih kepada para guru dan ulama. Tegas dan disiplin menjalankan salat berjamaah bersama para santri, serta tokoh yang ke-NU-annya sangat dijunjung oleh masyarakat setempat. Tahun 1980-1985 jabatan Muhtasyar PCNU Jember dipangku oleh KH. Misrai.
KH. Misrai menikah pertama kali dengan Ny. Handani. Pernikahan ini mengenerasikan 7 putra dan 1 putri, di antaranya: KH. KH. Muhsin dan KH. Ahmad Muzakki. Lalu beliau menikah dengan Ny. Hj. Maryama yang melahirkan 1 putri. Dan, terakhir KH. Misrai berkeluarga dengan Ny. Hj. Siti Ruqayyah yang melahirkan 3 putri. Total semua putra -putri keturunan KH. Misrai berjumlah 12 yang semuanya menjadi ulama, baik yang meneruskan estafek kepengasuhan santri di Ponpes Raudlatul Ulum, maupun yang safar ke pondok pesantren dan lembaga pendidikan lainya.
Pada tahun 1989, KH. Misrai mengalami kecelakaan sehingga terpaksa dirawat di rumah sakit. Kendati mengalami berbagai rasa sakit, KH. Misrai tidak sedikitpun mengeluh. Beliau senantiasa berpesan kepada putra-putrinya agar sabar. “Nabi Ayyub sakit berapa lama nak?, abah sakit berapa lama?”. Mengingatkan agar segala cobaan di kehidupaan dijalani dengan penuh ketabahan.
Di saat sakit itu pula, KHR. As’ad menjenguk KH. Misrai. KHR. As’ad langsung dijemput oleh besan beliau; KH. Ikhsan. Dan di sana KHR. As’ad menyampaikan ketawadhuan KH. Misrai jauh lebih mulia daripada ditukar dengan 1000 santri. Namun, pada tanggal 7 Oktober 1989, KH. Misrai berpulang dan disemayamkan di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, menyisakan ushwah yang senantiasa diteladankan kepada santri oleh dzuriyah beliau hingga saat ini.
Editor: Wildan Miftahussurur & Fauzinuddin Faiz
Humas: Fauzinuddin Faiz & Wildan Miftahussurur