Artikel

Kreasi Ulama Indonesia: dari Karya Berbahasa Arab hingga Temuan Metodologi

Saya bersyukur hidup di Indonesia. Bukan orang Arab, tapi ulama kita sanggup menjadi jembatan pemahaman antara teks berbahasa Arab dengan konteks Indonesia. Nash didialogkan dengan kenyataan. Jadilah ulasan fiqh ala Indonesia. Misalnya, zakat produktif ala KH. Sahal Mahfudz.Ulama kita orang Ajam, tapi sanggup memberikan ulasan ciamik terhadap 1000 bait Alfiyah ibn Malik, karya unggulan di bidang nahwu (gramatika).

Di antaranya, “Tashilul Masalik fi Syarh Alfiyyah Ibn Malik”, yang berbahasa Sunda beraksara Arab (pegon). Kitab ini merupakan karya Ajengan Muhammad Abdullah bin Hasan dari Kampung Kongsi, Caringin, Sukabumi. Rais Syuriah PCNU Pati, KH. Aniq Muhammadun, juga memiliki karya serupa. Judulnya “Tashil Al-Salik Fi Tarjamati Alfiyyati Ibni Malik”. Ulasan Alfiyah menggunakan bahasa Jawa. Luar biasa! Ulama kita bukan orang Arab, tapi sanggup menyusun pola ringkas ilmu Sharaf (morfologi). KH. Ma’shum Aly, Jombang, menantu KH. M. Hasyim Asy’ari menyusun “Amtsilatut Tashrifiyyah”, alias metode nJombang. Sedangkan KH. Ali Ma’shum, Krapyak, (Rais Aam Syuriah PBNU, 1980-1984) mengembangkan Sharaf model Krapyak yang lebih ringkas. Kiai Ma’shum Ali dan Kiai Ali Ma’shum. Nama ulama yang mirip dengan penemuan metode yang sangat bermanfaat.

Ketika sowan ulama muda, KH. Dr. M Afifudin Dimyathi, Lc. MA., yang juga Rais Syuriah PBNU, penulis kitab produktif, hamilul Qur’an, pengasuh PP. Hidayatul Qur’an Darul Ulum Rejoso, Jombang, saya diberi karya terbaru beliau. Judulnya, Jam’ul Abir fi Kutubi at-Tafsir. 2 Jilid. Kitab keren yang berisi ensiklopedi kitab tafsir berikut penulisnya, disusun berdasarkan urutan tahun hidup mufassir, sekaligus merekam banyak nama ulama penafsir dari berbagai negara. Beliau menulis kitab ini dalam kurun waktu 6 bulan saja. Luar biasa! Di dalam kitab ini, deretan nama ulama-ulama Indonesia yang menjadi mufassir dicantumkan. Dari Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani (1815-1897 M) yang sanggup menulis tafsir Marah Labid dengan menggunakan bahasa Arab, atau ulama lain yang membumikan tafsir Al-Qur’an dengan menggunakan bahasa lokal: Syekh Abdurrauf Assingkili dengan bahasa Melayu; Syekh Sholeh Darat (Faidurrahman), Kiai Raden Bagus ‘Arfah (Kur’an Jawi), KH. Bisri Musthofa (al-Ibriz), KH. Mishbah Zainal Musthofa (al-Iklil), yang menafsirkan menggunakan bahasa Jawa, Tafsir Raudlatul Irfan fi Ma’rifatil Qur’an berbahasa Sunda yang ditulis Ajengan Ahmad Sanusi sertaQuranul Adhimi, karya Ajengan Haji Hasan Mustapa Garut, yang menafsirkan Alquran dengan model danding (sejenis puisi Sunda). Di wilayah timur, Anregurutta Haji Daud Ismail yang menulis tafsir al-Munir dengan menggunakan aksara dan bahasa Bugis. Allah Kariiiiim!!! Di Sumenep, Madura, ada KH. Thoifur Ali Wafa yang menulis 6 jilid Firdaus an-Naim, tafsir lengkap 30 Juz dengan menggunakan bahasa Arab yang baik. MasyaAllah. Ini belum menghitung karya Prof. Al-Habib Quraish Shihab dengan dua karyanya, al-Mishbah dan al-Lubab, atau Prof. Teungku Hasbi Asshiddiqie, an-Nur dan al-Bayan, serta Buya Hamka dengan Tafsir al-Azhar. Semua ditulis menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dipahami. Saya bersyukur hidup di Indonesia.

Di sini, ulama kita diberi kemampuan oleh Allah dalam membuat metode membaca Al-Qur’an. Ada metode Iqro’ (KH. As’ad Humam), Qiro’ati (KH. Dahlan Salim Zarkasyi), Bilqolam (KH. Bashori Alwi), Nahdliyyah, Tilawati, Ummi, Yanbu’a, dan sebagainya. Kemarin saya bersama Cak Kaji Mochammad Farchan bertemu dengan Ustadz Syaiful Anwar, Pengajar di SD Khadijah III, Manukan Kulon, Surabaya, yang mengembangkan metode Al-Anwari hasil kreasinya yang berbasis pada otak kanan. Metode ini sangat efektif untuk pemula, meskipun berusia lanjut. Ada juga metode menghafal Al-Qur’an dengan penguatan miliu (lingkungan dan keseharian) ala KH. Ainul Yaqin di Hamalatul Qur’an (Pphq Jombang/Pphq Putri), dan metode Hanifida. Keduanya ada di Jombang. Dan sebagainya.Saya bersyukur, bersyukur, dan bersyukur, Allah mentakdirkan orang-orang mulia di atas lahir di bumi Indonesia. Dah, gitu aja!

Oleh : Rijal Mumazziq Z., Rektor INAIFAS Kencong & Ketua PC Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPT-NU) Kencong Jember.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *