Opini

Kurikulum Pesantren Sufipreneur

Ke depan, santri harus benar-benar kuat tidak hanya dari aspek aqidah, syariah, dan akhlak saja. Tetapi, harus kuat juga secara ekonomi. Artinya, dua hal harus menyatu dan terpatri dalam pribadi setiap santri.

Bila dua hal ini benar-benar terwujud, maka yang bersangkutan adalah profil dari “santri sufipreneur”. Untuk mewujudkannya, diperlukan proses yang sistemik dari hulu hingga hilir.

Mencetak sosok sufipreneur pada sosok santri harus by design. Tidak cukup hanya mengandalkan “barakah” saja tanpa ditopang oleh desain kurikulum yang suport dengannya.

Jika mencetak sosok sufipreneur hanya melulu mengandalkan “barokah”, maka demikian ini saya sebut by accident. Tak banyak yang dapat sampai pada level ini. Polanya yang tidak terukur sehingga sulit menularkannya kepada yang lain.

Setidaknya ada dua pola yang bisa diterapkan untuk mendesain kurikulum sufipereneur:

Pertama, menjadikan enterpeneur sebagai pendekatan. Artinya, seluruh materi pelajaran yang berisi muantan-muatan enterperenur. Dalam diri seorang enterperenur ada kepribadian berupa risk taker (mampu menerima resiko), fighter (memilki mental petarung), leadhership (berjiwa pemimpin), konsisten, kompetitif, komunikatif dan lain-lain. Muatan kepribadian ini harus terintegrasi dengan materi pelajaran lainnya.

Kedua, menjadikan enterpreneur dan sufi sebagai muatan kurikulum mandiri para santri. Pelajaran dan pendidikan enterpreneur menjadi mata pelajaran secara khusus dan mandiri, dimulai dari jenjang tsanawiyah hingga pasca pesantren.

Namun perlu diingat dan digaris bawahi, untuk segera sampai pada proses ini, jangan terlalu banyak teori biar tidak mati oleh teori sendiri, tetapi harus senantiasa digerakkan lewat praktek.

Sehingga apabila penerapan pola dan kurikulum tersebut secara istikamah diterapkan kepada santri di pondok pesantren, maka sebuah peluang besar bagi “Santri Sufipreneur” yang siap menjadi garda terdepan bersaing di waktu ke depanya.

Oleh: Doni Eka Saputra, Founder ADEEVA Group & Dosen Ma’had Aly Nurul Qarnain Jember.

Editor: Wildan Miftahussurur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *