Artikel

Walimah Haji, Apakah Boleh?

Memasuki bulan Dzulhijjah atau lumrah ditelinga masyarakat dikenal dengan bulan haji. Pada bulan ini masyarakat yang telah menerima kemampuan mental maupun pendaan diri dan keluarga berangkat menunaikan dan menyempurnakan rukun Islamnya yang kelima yaitu menunaikan haji dengan penuh bahagia nan pengharapan akan sempurnanya agama pada diri.

Suka cita kebahagiaan pun bukan hanya dirasakan oleh yang melaksanakan haji, akan tetapi keluarga, sanak keluarga dan bahkan masyarakat turut merasakanya. Meraka berbondong-bondong datang kepada orang yang hendak menuaikan haji sembari saling mendoakan agar kelak juga diberi kesempatan untuk menuaikan pula. Hal ini disambut suka cita oleh keluarga yang menuaikan, bahkan tidak jarang mereka membuat acara besar sebelum dan pasca datangnya para jamaah haji yang dikenal dengan “Walimatul Hajji”.

Namun masih menjadi pertanyaan, apakah Walimatul Hajji ini diperbolehkan dalam Islam, atau sebaliknya yang mengindikasikan apa yang ditradisikan oleh masyarakat kita adalah perayaan yang salah.

Salah satu yang menjadi landasan dalam kebolehan melaksanakan “Walimatul Hajji” adalah hikayat bahwa Rasulullah Saw. senantiasa menyembelih unta ataupun sapi manalaka beliau kembali ke kota Madinah. Ini termaktub dalam Shahih Bukhari:

‌‌أن ‌رسول ‌الله ‌صلى ‌الله ‌عليه ‌وسلم ‌لما ‌قدم ‌المدينة ‌من ‌سفره ‌نحر ‌جزوراً ‌أو ‌بقرةً

Sesungguhnya Rasulullah Saw. manakala datang ke kota Madinah dari perjalannya maka Rasulullah Saw. menyembelih seekor unta ataupun sapi, (HR. Bukhari).

Para ulama memakai hadist di atas sebagai bentuk adab yang disunnahkan manakala ada orang yang pergi untuk melakukan safar, lebih-lebih lagi keanjurannya akan semakin kuat tak kala perjalanan yang dilakukan adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. sehingga bagi jamaah haji maupun keluarga disunnahkan untuk melakukan penyembelihan.

Salah satu rujukan yang mengatakan demikian adalah kitab Al Wadih minal Kitab was Sunnah. Menegaskan:

يستحب للحاج بعد رجوعه بلده أن ينحر جملا أو بقرة أو يذبح شاة للفقراء والمساكين والجيران والأخوان تقربا الى الله عزوجل

Disunnahkan bagi orang yang berhaji setelah kembalinya ia ke daerahnya untuk menyembelih unta atau sapi atau menyembelih kambing untuk diberikan kepada para fakir, miskin dan saudara-saudaranya sebagai pendekatan kepada Allah azza wa jalla.

Dan dalam redaksi lain,

يستحب للحاج بعد قدومه أن ينحر بدنة أو بقرة أو ما يستطيع ويطعم أصحابه وجيرانه ولا سيما الفقراء

Disunnahkan bagi orang yang berhaji setelah kedatangnya untuk menyembelih unta atau sapi ataupu sesuatu yang mampui serta memberikan makana kepada teman-temanya, tetangga lebih-lebih lagi kepada para fakir (Mahmud Muhammad Khotib As Subki, Ad Dinul Kholis aw Irsadul Khalqi ila Dinil Haqqi, Juz 9, hal 350).

Penyembelihan kurban atau perayaan walimah haji dilakukan pasca kembali dari Tanah Suci saja, sedangkan tradisi walimah haji dimasyarakat juga merayakan sebelum pemberangkatan. Menjawab ini, KH. Muhyiddin Abdus Shomad dalam kitabnya Al Hujajul Qat’iyah fi Sihhatil Mutaqadati wal Amaliyah menyatakan:

كانت وليمة الحج في بعض المناطق لا تقام بعد العودة من الأرض المقدسة فقط وانما تقام أيضا قبل السفر الى الحج بعد سداد مصارف الحج, وبالنظر الى مظهرها ومحتوياتها فهي لا تجتلف كثيرا عن الوليمة التي بعد الحج

Walimatul Hajji di dalam pendapat beberapa ucapan (pendapat) ialah tidak hanya dilaksanakan setelah kembali dari Tanah Suci saja, akan tetapi juga dilaksanakan pula sebelum perjalanan haji setelah benarnya penentuan haji. Dan dengan memandangan kepada aspek walimah haji serta isinya maka tidak ada perbedaan dalam kebanyakan walimah yang dilaksankaan setelah haji. (KH. Muhyiddin Abdus Shomad, Al Hujajul Qat’iyah fi Sihhatil Mutaqadati wal Amaliyah, hal 113). Ibadah Haji merupakan ibadah penyempurna bagi orang yang melaksanakanya sebagai bentuk penyerahan dan pengorbanan penuh dari para jamaah dengan mengerahkan seluruh tenaga dan harta yang ia miliki semata-mata kepada Allah Swt. dan dalam ibadah penyempurna ini hendaklah dilaksanakan dengan penuh kebahagiaan yang tidak hanya dirasakan oleh para jamaah, melaikan pula oleh keluarga, teman, tetangga bahkan para fakir dan miskin, meskikupun tidak ikut berangkat tapi turut pula merasakan kebahagiaan yakni dengan melaksankan Walimatul Hajji, sehingga kebahagiaan sama-sama dirasakan serta saling mengikat bentuk sosial dalam agama.

Penulis : Wildan Miftahussurur

Editor : Fauzinuddin Faiz

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *