Bahaya Riya’: Perlu Diwaspadai dan Dihindari
Melakukan amal ibadah merupakan perbuatan yang akan mendatangkan pahala bagi setiap orang melakukanya, terlepas apakah itu wajib maupun sunnah. Akan tetapi tidak jarang terjadi dari dalam hati kita terbesit untuk menjukann dan menyempatkan niat lain selain kepada Allah Swt. atau yang disebut dengan sifat Riya’
Riya’ sendiri bermakna membersamakan atau memenuhkan seluruh tujuan dalam suatu aktivitas, sekalipun adalah perbuatan mubah kepada selain Allah. Sifat Riya’ ini terkadang timbul sedari awal melakukan suatu amal dan tak jarang pula muncul di saat amal tersebut sedang dilakukan. Hal ini juga didukung oleh mudahnya akses media sosial oleh seluruh masyarakat.
Bahaya dari perbuatan Riya’ sendiri telah dijelaskan di dalam Alquran dalam potongan ayat Ali Imran ayat 153:
وَمَنْ يُرِدْ ثَوابَ الدُّنْيا نُؤْتِهِ مِنْها وَمَنْ يُرِدْ ثَوابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْها وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
…..Artinya: Barang siapa yang menghendaki ganjaran dunia, niscaya kami akan berikan kepadanya ganjaran itu, dan barang siapa yang mengehendaki ganjaran akhirat, niscaya kami akan memberikan kepadanya ganjaran (akhirat), dan kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
Kendati ayat tersebut diturunkan sebagai bentuk peringatan Allah kepada Pasukan Muslim yang berperang dalam Perang Uhud, namum Imam Al Qurtubi dalam menafsiri ayat tersebut setidaknya terdapat 2 hal yang perlu diperhatikan. Pendapat ini tertulis di dalam kitab Tafsir al Qurtubi:
يعني الغنيمة. نزلت في الذين تركوا المركز طلبا للغنيمة. وقيل: هي عامة في كل من أراد الدنيا دون الآخرة، (ومن يرد ثواب الآخرة نؤته منها) أي نؤته جزاء عمله، على ما وصف الله تعالى من تضعيف الحسنات لمن يشاء.
Artinya: Bermaksud kepada Ghonimah, ayat tersebut turun kepada orang-orang (pasukan) yang meninggalkan post karena mencari kepada ghonimah, dan dikatakan pula, ayat tersebut ditunjukan secara umum kepada setiap orang yang ingin terhadap dunia bukan akhirat. Adapun makna potongan ayat (barang siapa yang menghendaki pahala akhirat, niscaya akan kami berikan kepadanya dari ganjaran (akhirat)). Artinya Allah memberikan balasan amal perbuatanya atas sesuatu yang Allah telah sifati berupa buruknya kebaikan-kebaikan kepada orang yang Ia kehendaki. (Al Qurtubi, Tafsir Al Qurtubi: Juz 4, halaman 227).
Dalam menyingkapi Riya’ pasti tidak akan hengkang dari perkara niat. Niat akan menjadi tolak ukur amal yang dilakukan bagaimana, kepada siapa, dan bagaimana akhirnya. Paling utamanya niat adalah kepada Allah Swt yang pasti akan diberikan ganjaran yang setimpal dan utama baik di dunia maupun di Akhirat. Lalu bagaimana apabila hanya ditunjukan kepada manusia saja? Maka apa yang diniatkan atas manusia tersebutlah yang akan didapatkan semata tidak dari Allah.
Menyingkapi salahnya niat dalam perbuatan, Rasulullah Saw. sendiri telah memberikan peringatan dalam hadis masyhur yang diriwayatkan oleh Sayyidina Umar RA.:
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
Artinya: Dari Umar bin Khatab RA. Berkata: Rasulullah Saw. Bersabda, Sesunggunya tiap-tiap amal tergantung niatnya, dan bagi setiap perkata adalah sebagaimana niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya maka hijrahnya kepada dunia, maka ia akan mendapatkanya atau kepada perempuan yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya adalah sebagaiamana ia tuju (HR. Bukhori & Muslim, dan dikutib oleh Imam an Nawawi di dalam kitab Arbain Nawawi).
Pondasi niat begitu penting ketika kita hendak melakukan setiap hal, khususnya yang berhubungan dengan Allah Swt. bahkan perkara mubah akan mendapatkan pahala apabila diniati. Amal-amal akan terbuang percuma karena jika dalam mengerjakan suatu amal hanya untuk mencari ketenaran dan perhatian khalayak ramai, padahal ganjaran di akhirat jauh lebih utama dan agung daripada yang didapatkan di dunia.
Betapa buruknya amal perbuatan yang hanya ditunjukan untuk mencari kepada ganjarang atau balasan dunia. Sifat ria menurut Imam an Nawawi di dalam kitab At Tibyan adalah kebalikan daripada sifat ikhlas, yaitu menunjukan amal hanya untuk mencari terhadap perhatian manusia saja. Bahkan dikutib dari pendapat Ibnu Hajar al Haytami:
العمل إما رياء محض ؛ بأن يراد به غرض دنيوي فقط ولو مباحا، فهو حرام لا ثواب فيه، وإما مشوب برياء ولا ثواب فيه أيضا
Artinya: Amal adalakalanya Riya’ murni dengan gambaran hanya ditunjukan untuk tujuan dunia saja sekalipun perkara mubah maka hukumnya haram dan tidak ada pahala di dalamnya. Serta adakalanya dinodari dengan Riya’ dan tidak ada pula pahala di dalamnya. (Ibnu Hajar al Haytami, Fathul Mubin bi Syarhi Arbain Nawawi, Darul Kutub Ilmiah: hal 137).
Kendati sering dijumpai banyak sekali orang yang bersedekah dan memamerkan berbagai amal ibadahnya di sosial media, tidak layak bagi sesama muslim untuk menghakiminya sebagai perbuatan Riya’ karena hal tersebut tergantung dari niat hati orang yang melakukanya, dan tentu saja niatnya itu tidak ada yang mengetahui selain Allah Swt. dan selayaknya bagi kita menjauhi sifat ini dengan mentuluskan segala perbuatan semata-mata ikhlas mencari ridha Allah Swt. Allahu A’lamu
Editor: Wildan Miftahussurur