Etika Santri dan Penyalahgunaan Teknologi
Era digital memberikan ruang seluas-luasnya bagi pertarungan opini. Pada hal ini penggunaan teknologi menjadi salah satu sumber utama bagi khalayak karena dapat memberikan informasi dengan mudah dan cepat. Sehingga sebagai konten yang diproduksi menjadi objek liar bagi umum sebab menyerap informasi dari internet tanpa klarifikasi baik ataukah sesuai bagi yang menyerap.
Dilihat dari fasilitas penggunaan teknologi di era pesantren sangat terbatas. Pembatasaan ini bagi santri memang disengaja sehingga pembelajaran secara luring dapat dilakukan secara optimal. Sebab salah satu ciri khas pembelajaran pesantren adalah pendampingan tatap-muka oleh guru dan asatiz selama 24 jam.
Sementara konten pembelajaran secara daring atau online hanya diperuntukan bagi santri yang berada di luar pesantren tidak akan maksimal karena banyak dari mereka yang masih mengedepankan hal yang lain maupun tidak bisa sepenuhnya berada di pesantren
Dikutip dalam Tekno.tempo.co (2018) 6 aplikasi jejaring sosial yang paling ramai digunakan di dunia antara lain Facebook, Whatsapp, Instagram, Line, Twitter, Blackberry Messenger. Hal ini di sebutkan bahwa Instagram merupakan aplikasi berbagi foto dan video yang paling banyak di minati sebagai buktinya adalah aplikasi ini digunakan senjata berfoto dan video dan sudah di unduh 1 miliar kali, bahkan di akhir 2019, tercatat pengguna aktif Instagram di Indonesia mencapai lebih dari 45 juta akun.
Pertanyaanya, mampukah kita menyampingkan jejaring sosial dan mengoperasikan teknologi dengan baik serta melaksanakan ibadah tepat waktu? Faktanya, kebebasan penggunaan teknologi membawa pengaruh besar terhadap pola pikir santri karena terlalu asik tenggelam dalam rimbuhan media sosial sehingga santri ketika libur dan pulang kadang sampai melalaikan ibadahnya.
Penyalahgunaan teknologi dan etika santri yang kurang terarah, salah-satu dapat bisa menjatuhkan martabat diri, nama baik keluarga, dan pesantren. Sebab tak jarang di jumpai pada suatu pesantren dimana santri yang di titipkan oleh orang tuanya kepada pengasuh pondok pesantren akan mengalami perubahan sikap, sikap yang positif maupun sikap yang negatif.
Menurut Agustiani (2009:29-3) mengatakan dalam periode ini, remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional (bimbingan) dan mengembangkan sense of personal identity (merasakan cita rasa setiap individu), atau mempunyai keinginan yang kuat. Maksud dari keinginan yang kuat tersebut adalah berproses menjadi matang dan dapat beradaptasi dengan baik agar diterima di lingkungannya. Selama berada di lingkungan pesantren perbanyaklah mencari ilmu perbaiki akhlak dan sikap sebagai persiapan untuk terjun ke masyarakat. Salah satunya bersikap jujur terlebih dalam penggunaan media sosial.
Kejujuran adalah salah satu modal agar dapat diterima dengan baik di masyarakat. Tidak ada orang yang suka berteman dengan pembohong bukan? Seorang pembohong biasanya akan terkucilkan dalam pergaulan dengan sendirinya, karena pembicaraannya saat ini selalu di ikuti dengan kebohongan-kebohongan lain lagi. Tidak ada seorangpun yang rela di bohongi, apalagi dengan teman sendiri. Karenanya, berhati-hatilah dalam berbicara, jangan melebih-lebihkan, jangan membesar-besarkan atau mengada-adakan yang tidak pernah ada. Bicaralah apa adanya, sehingga akan mendapatkan kepercayaan yang baik dari orang lain dan pastinya menemukan teman yang baik pula.
Chairani dan Subandi, mengatakan bahwa sesuatu yang harus diemban oleh anak remaja agar sukses melalui perkembangannya adalah dengan mendapatkan dan mengikuti aturan sebagai acuan dalam bertingkah laku serta menjadikannya sebagai pedoman hidup. Tujuan akan sukses ketika peraturan sudah dipatuhi.
Di masyarakat sudah sering kali didengar tapi kurangnya kesadaran akan mengamalkannya, salah satunya saya mencontohkan disiplin dalam keseharian. Karena disiplin merupakan salah satu kebiasaan yang baik dalam pola hidup masyarakat secara umum. Tidak hanya itu, bahkan sebagian orang percaya bahwa disiplin dapat menjadi salah satu kunci sukses keberhasilan seseorang dalam menuntut ilmu dan dalam hal-hal yang lain.
Karena pentingnya hal ini, setiap orang wajib mengetahui segala informasi tentang bagaimana disiplin timbul dan dijalani secara continue agar dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari secara permanen. Sehingga apabila seseorang sudah disiplin maka dalam mengoperasikan teknologi tidak akan dipergunakan untuk mengembankan kepada hal-hal lain. Tumbuh dari sikap patuh dalam diri seseorang untuk mengikuti aturan yang telah dibuat akan menciptakan ketegasan dalam dirinya dan mengembangkan peribadi yang dapat mengendalikan diri dengan baik. Saat sesorang terikat dengan peraturan dan berusaha mematuhinya, hal ini dapat menghindarkannya dalam berlaku secara semena-mena dan diluar kendali.
Hal ini dapat berpengaruh juga pada pola pikir santri ketika berada di luar pesantren karena semua aktivitas yang dilakukan dengan cara daring kemungkinan besar penggunaan teknologi semakin meningkat dan berakibat ketagihan terhadap santri untuk selalu mengoperasikannya.
Akibatnya, berpengaruh pada perubahan santri ibarat angin meniupkan dedaunan yang berguguran tak nampak bentuknya tapi nampak perubahannya. Hingga sampai saat ini status santri yang berada di bawah naungan pesantren masih memiliki nilai kategori baik yang dapat ditampung ilmunya yang semestinya images pertama yang dipandang dari santri adalah label terkenal ibadahnya, berakhlakul karimah yang dapat dicontohkan kepada masyarakat luar. Tak jarang anak muda remaja sekarang berkeinginan menjadi pedoman kebaikan.
Hidup di area pesantren dan di luar pesantren terdapat perubahan yang sangat nampak meliputi pola pikir, mental maupun tingkah laku. Saat ini saja pertemanan mereka kebanyakan berkelompok/geng tapi pergaulannya jauh parah yang berada di luar pesantren. Karena kebebasan mereka dalam pergaulan adalah salah satu penyebab perubahan pola pikir santri dimana kurangnya kedewasaan yang mereka jalankan. Karena kehidupannya lebih ke individualisme.
Berbeda halnya bagi mereka yang masih tinggal di pesantren dimana satu sama lain saling mengingatkan atau memberi nasehat. Meskipun tidak ada tali persaudaraan tetapi layaknya seorang adik dan kakak yang memiliki hubungan kedekatan emosional dan solidaritas yang tinggi. Interaksi yang terjalin diantaranya merupakan pola interaksi yang mendidik untuk lebih mandiri dan berprilaku disiplin, dari faktanya memang jauh dari pantauan orang tua tapi didikannya lebih emosional dan professional.
Hal inilah yang menjadi misi berat bagi pesantren agar menciptakan best person santri yang dilingkupi keterbatasan selama di pesantren untuk mengenal berbagai teknologi, sehingga ketika terjun keluar dari pesantren akan menjadi prodak yang disiplin, mandiri, berakhlakul karimah, dan mencerminkan nilai pesantren.
Penulis : Endang Susilawati, Mahasiswa STIS Nurul Qarnain
Editor : Wildan Miftahussurur