Mengenal sosok KH. Achmad Shiddiq
KH. Achmad Shiddiq yang nama kecilnya Achmad Muhammad Hasan, lahir di Jember pada hari Ahad Legi 10 Rajab 1344 (tanggal 24 Januari 1926). Beliau adalah putra bungsu Kyai Shiddiq dari lbu Nyai H. Zaqiah (Nyai Maryam) binti KH. Yusuf.
Achmad ditinggal abahnya dalam usia 8 tahun. Dan sebelumnya pada usia 4 tahun, Achmad sudah ditinggal ibu kandungnya yang wafat ditengah perjalanan di laut, ketika pulang dari menunaikan ibadah haji. Jadi, sejak usia anak-anak, Kyai Achmad sudah yatim piatu. Karena itu, Kyai Mahfudz Shiddiq kebagian tugas mengasuh Achmad, sedangkan Kyai Halim Shiddiq mengasuh Abdullah yang masih berumur 10 tahun. Ada yang menduga, bahwa bila Achmad terkesan banyak mewarisi sifat dan gaya berfikir kakaknya (Kyai Mahfudz Shiddiq). Kyai Achmad memiliki watak sabar, tenang dan sangat cerdas. Wawasan berfikirmya amat luas baik dalam ilmu agama maupun pengetahuan umum.
Wafat
Kepulangan Kyai Achmad dari Muktamar Yogyakarya, Kyai Achmad sakit Diabetes Melitus (kencing manis yang parah). Kyai Achmad dirawat di RS. Dr. Sutomo, Surabaya. “Tugasku di NU sudah selesai”, kata Kyai Achmad Shiddiq pada rombongan PBNU yang membesuknya di RSU Dr. Sutomo, Ternyata isyarat itu benar. Tanggal 23 Januari 1991, Kyai Achmad Shiddiq wafat. Rois Aam PBNU yang berwajah sejuk itu menanggalkan beberapa jabatan penting: 1. Anggota DPA (Dewan Pertimbanzan Agung) 2. Anggota BPPN (Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional).
KH Achmad Shiddiq dimakamkan di kompleks makam Auliya, Tambak Mojo, Kediri. Di makam itu juga sudah dimakamkan 2 orang Auliya sebelumnya. “Aku seneng di sini Besok kalau aku mati dikubur sini saja”, wasiat Kyai Achmad pada istri dan anak-anaknya. Walaupun berat hati karena jauh dari Jember, keluarganyapun merelakannya sebagai penghormatan pada bapak yang sangat di cintainya.
Ribuan muslimin dan muslimat melayat ke pemakaman Kyai Achmad Shiddiq. Jenazah terlebih dulu disemayamkan di rumah duka (kompleks Pesantren Ashtra. Talangsari) dan keesok harinya, barulah beriring-iringan mobil yang berjumlah seratus itu mengantarkannya di tempat yang jauh, tetapi menyenangkannya. Sang Bintang Kejora itu jauh dari Jember tetapi sinarnya tetap cemerlana dari pemakaman Tambak nun jauh.
Pendidikan
Pendidikan Awal
Kyai Achmad belajar mengajinya mula-mula kepada Abahnya sendiri, Kyai Shiddiq. Kyai Shiddiq sebagaimana uraian-uraian sebelumnya, dalam mendidik terkenal sangat ketat terutama dalam hal sholat. Beliau wajibkan semua putra-putranya sholat berjama’ah 5 waktu. Selain mengaji pada abahnya, Kyai Achmad juga banyak menimba ilmu dari Kyai Machfudz, banyak kitab kuning yang diajarkan oleh kakaknya.
Sebagaimana lazimnya putra kyai, lebih suka bila anaknya dikirim untuk ngaji pada kyai-kyai lain yang masyhur kemampuannya. Kyai Mahfudz pun mengirim Kyai Achmad menimba ilmu di PP Tebu Ireng, Jombang. Semasa di Tebuireng, KH Hasyim Asy’ari melihat potensi kecerdasan pada Achmad, sehingga, kamarnya pun dikhususkan oleh Kyai Hasyim. Achmad dan beberapa putra-putra kyai dikumpulkan dalam satu kamar. Pertimbangan tersebut bisa dimaklumi, karena para putra kyai (dipanggil Gus atau lora atau Non) adalah putra mahkota yang akan meneruskan pengabdian ayahnya di pesantren, sehingga pengawasan, pengajaran dan pembinaannyapun cenderung dilakukan secara khusus dari santri umumnya.
Pergaulan dalam Pesantren
Pribadinya yang tenang itu menjadikan Kyai Achmad disegani oleh teman-temannya. Gaya bicaranya yang khas dan memikat sehingga dalam setiap khitobah, banyak santri yang mengaguminya. Selain itu, Kyai Achmad juga seorang kutu buku (senang baca). Di pondok Tebuireng itu pula, Kyai Achmad berkawan dengan KH Muchith Muzadi yang kemudian hari menjadi mitra diskusinva dalam merumuskan konsep-konsep strategis, khususnya menyangkut ke-NU-an, seperti buku Khittah Nandliyah, Fikroh Nandliyah, dan sebagainya.
Kecerdasan dan kepiawaiannya berpidato, menjadikan Kyai Achmad sangat dekat hubungannya dengan KH Wahid Hasyim. Kyai Wahid telah membimbing Kyai Achmad dalam Madrasah Nidzomiyah. Perhatian Gus Wahid pada Achmad sangat besar, Gus Wahid juga mengajar ketrampilan mengetik dan membimbing pembuatan konsep-konsep.
Bahkan ketika KH Wahid Hasyim memegang jabatan ketua MIAI, ketua NU dan Menteri Agama, Kyai Achmad juga yang dipercaya sebagai sekretaris pribadinya. Bagi Kyai Achmad Shiddiq, tidak hanya ilmu KH Hasyim Asy’ari yang diterima, tetapi juga ilmu dan bimbingan KH Wahid Hasyim direnungkannya secara mendalam, suatu pengalaman yang sangat langka, bagi seorang santri.
Penerus Beliau
Keturunan Beliau
Dalam memberikan nama untuk anak-anak-nya, Kyai Achmad senantiasa mengkaitkan calon nama yang bernuansa seni dengan pengabdian atau peristiwa-penstiwa penting. Seperti kelahiran putranya yang lahir bersamaan dengan karimya sebagai anggota DPR Gotong-Royong, yaitu Mohammad Balya Firjaun Barlaman, demikian juga Ken Ismi Asiati Afrik Rozana, lahir bertepatan dengan konferensi Asia Afrika.
Kyai Achmad menikah dengan Nyai H. Sholihah binti Kyai Mujib pada tanggal 23 Juni 1947, dan dikaruniai 5 orang anak, yaitu:
- KH. Mohammad Farid Wajdi (Jember)
- Drs. H. Mohammad Rafiq Azmi (Jember)
- Hj. Fatati Nuriana (istri Mohammad Jufri Pegawai PEMDA Jember)
- Mohammad Anis Fuaidi (wafat kecil)
- KH. Farich Fauzi (pengasuh pondok pesantren Al-Ishlah Kediri
Nyai Sholihah tidak berumur panjang, Allah memanggilnya ketika putra-putrinya masih kecil. Sehingga keempat anaknya itu di asuh oleh Nyai Hj. Nihayah (adik kandung ketiga Nyai Sholihah). Melihat eratnya hubungan anak-anak dengan bibinya, maka Nyai Zulaikho (kakaknya) kemudian mendesak Kyai Achmad agar melamar Nihayah. Dan Kyai Mujib pun menerima lamaran tersebut. Pernikahan Kyai Achmad Shiddiq dengan Nyai Hj. Nihayah binti KH. Mujib (Tulung Agung) memnpunyai 8 orang putra, yaitu:
- Asni Furaidah (isteri Zainal Arifin, SE.)
- Drs. H. Moh. Robith Hasymi (Jember)
- Ir. H. Mohammad Syakib Sidqi (Dosen di Sumatra Barat)
- H. Mohammad Hisyarn Rifqi (suami Tahta Alfina Pagelaran, Kediri)
- Ken Ismi Asiati Afrik Rozana, BA (istri Drs. Nurfaqih, guru SMA Jember)
- Dra. Nida, Dusturia (istri Tijani Robert Syaifun Nuwas bin Kyai Hamim Jazuli)
- H. Mohammad Balya Firjaun Barlaman (pengasuh PP. Astra Jember & wakil bupati Jember )
- Mohammad Muslim Mahdi (wafat kecil)
Karya dan Jasa Beliau
Ketokohan dan Perjuangan
Ketokohan Kyai Achmad terbaca masyarakat sejak menyelesaikan belajar di pondok di Tebuireng, Kyai Achmad Shiddiq muda mulai aktif di GPII (Gabungan Pemuda Islam Indonesia) Jember. Karirnya di GPII melejit sampai di kepengurusan tingkat Jawa Timur, dan pada Pemilu 1955, Kyai Achmad terpilih sebagai anggota DPR Daerah sementara di Jember.
Perjuangan Kyai Achmad dalam mempertahankan kemerdekaan ’45 dimulai dengan jabatannya sebagai Badan Executive Pemerintah Jember, bersama A Latif Pane (PNI), P. Siahaan. (PBI) dan Nazarudin Lathif (Masyumi). Pada saat itu, bupati dijabat oleh “Soedarman, Patihnya R Soenarto dan Noto Hadinegoro sebagai sekretaris Bupati.
Selain itu, Kyai Achmad juga berjuang di pasukan Mujahidin (PPPR) pada tahun 1947. Saat itu Belanda melakukan Agresi Militer yang pertama. Belanda merasa kesulitan membasmi PPPR, karena anggotanya adalah para Kyai. Agresi tersebut kemudian menimbulkan kecaman internasional terhadap Belanda sehingga muncullah Perundingan Renville yang memutuskan sebagai berikut:
- Mengakui daerah-daerah berdasar perjanjian Linggarjati
- Ditambah daerah-daerah yang diduduki Belanda lewat Agresi harus diakui Indonesia.
Sebagai konsekwensinya perjanjian Renville, maka pejuang-pejuang di daerah kantong (termasuk Jember) harus hijrah. Para pejuang dari Jember kebanyakan mengungsi ke Tulungagung. Di sanalah Kyai Achmad mempersiapkan pelarian bagi para pejuang yang mengungsi tersebut.
Pengabdian Beliau
Pengabdiannya di pemerintahan dimulai sebagai kepala KUA (Kantor Urusan Agama) di Situbondo. Saat itu di departemen Agama dikuasai oleh tokoh-tokoh NU. Menteri Agama adalah KH Wahid Hasyim (NU). Dan karirnya di pemerintahan melonjak cepat. Dalam waktu singkat, Kyai Achmad Shiddiq menjabat sebagai kepala, kantor Wilayah Departemen Agama di Jawa Timur.
Di NU sendiri, karir Kyai Achmad bermula di Jember. Tak berapa lama, Kyai Achmad sudah aktif di kepengurusan tingkat wilayah Jawa Timur, sehingga di NU saat itu ada 2 bani Shiddiq yaitu: Kyai Achmad dan Kyai Abdullah (kakaknya). Bahkan pada Konferensi NU wilayah berikutnya, pasangan kakak beradik tersebut dikesankan saling bersaing dan selanjutnya Kyai Achmad Shiddiq muncul sebagai ketua wilayah NU Jawa Timur.
Tetapi Kyai Achmad merasa tidak puas dengan kiprahnya selama ini. Panggilan suci untuk mengasuh pesantren (tinggalan Kyai Shiddiq) menuntut kedua Shiddiq tersebut mengadakan komitmen bersama. Keputusannya adalah Kyai Abdullah Shiddiq lebih menekuni pengabdian di NU Jawa Timur, sedangkan Kyai Achmad Shiddiq mengasuh pondok pesantrennya,
Kisah Teladan Beliau
Kyai Achmad Shiddiq termasuk ulama yang berpandangan moderat dan unik sebagai tokoh NU dan kyai, ia tidak hanya alim tetapi juga memiliki apresiasi seni yang mengagumkan. Beliau tidak hanya menyukai suara Ummi Kultsum, bahkan juga suka suara musik Rock seperti dilantunkan Michael Jackson. “Manusia itu memiliki rasa keindahan, dan seni sebagai salah-satu jenis kegiatan manusia tidak dapat dilepaskan dari pengaturan dan penilaian agama (Islam). Oleh karena itu, apresiasi seni hendaknya ditingkatkan mutunya. “Apresiasi seni itu harus diutamakan mutu dari seni yang hanya mengandung keindahan menuju seni yang mengandung kesempurnaan, lalu menuju seni yang mengandung keagungan.Selanjutn ya Kyai Achmad memberikan penjelasan sebagai berikut, Seni itu sebaiknya :
- Ada seni yang diutamakan seperti sastra dan kaligrafi.
- Ada seni yang dianjurkan seperti irama lagu dan seni suara.
- Ada seni yang dibatasi seperti seni tari.
- Ada seni yang dihindari seperti pemahatan patung dan seni yang merangsang nafsu
Aktivitas pengajian Kyai Achmad mendapatkan sambutan hangat di masyarakat. Pesan-pesan agama disampaikannya dengan bahasa dan logika yang sederhana sehingga mudah dicerna semua kalangan. Pengajian-pengajiannya dikemas secara khusus, seperti yang peruntukkan untuk masyarakat umum (kalangan awam) pada setiap malam Senin sudah dirintisnya sejak tahun 1970-an dan tetap berlangsung hingga sekarang. Pengajian setiap malam Selasa, yang diperuntukkan bagi kalangan intelektual, sarjana, dosen dan tokoh-tokoh masyarakat membahas secara, kontemporer dan apresiatif kitab Ihya Ulumiddin karangan Imam Ghozali.
Pengajian-pengajian Kyai Achmad banyak bernuansa Tasawwuf. Ada 3 unsur utama dari tasawwuf yang dapat menuntun seseorang untuk bertasawwuf dari tingkat rendah menuju peningkatan diri secara bertahap, yaitu:
- Al Istiqomah: yang berarti; tekun, telaten, terus-menerus tidak bosan-bosan mengamalkan apa saja yang dapat diamalkan Mungkin baca Yasin tiap malam Jum’at, mungkin baca Istighfar sekian kali dalam setiap malam, dan sebagainya.
- Az Zuhd: yang berarti terlepas dari ketergantungan hati /batin dengan harta benda kekuasaan, kesenangan, dan sebagainya, yang ada, di tangannya sendiri, apalagi yang ada di tangan orang lain. Tidak tergantung berbeda dengan tidak memiliki, berbeda, dengan tidak punya. Seorang “Zahid” bisa saja kaya, tetapi hatinya tidak tergantung pada kekayaannya. Barang siapa yang tidak berputus asa karena sesuatu yang terlepas dari tangannya dan tidak bergembira, (melewati batas) dengan sesuatu yang diterimanya dari Allah maka dia sudah mendapatkan zuhud pada, kedua belah ujungnya.
- Al Faqir: artinya, selalu menyadari kebutuhan diri kepada Allah. Kesadaran yang mendalam dan terus-menerus, tentang “dirinya membutuhkan Allah” tidak selalu ada pada setiap orang. Pada suatu saat kesadarannya, akan tinggi tetapi saat lain kesadarannya menurun.
Dzikrul Ghofilin
Pengajian malam Senin tersebut itu dinamakan “Majlis Dzikrul Ghofilin” yang artinya, majlis dzikirnya orang-orang lupa. Maksudnya orang-orang yang lupa adalah sifat relatif pada manusia yang selalu lupa (agar selalu ingat Allah) sehingga perlu selalu diingatkan melalui Dzikir tersebut. Pada acara-acara tersebut, selain mengamalkan sholat tasbih, dzikir, Kyai Achmad biasanya mendahului menyampaikan ceramah agamanya.
Majlis Dzikrul Ghafilin yang dirintis pada awal tahun 1970-an tersebut 20 tahun berikutnya telah dilkuti oleh sekitar 20.000 orang jamaah yang tersebar di seluruh Jawa, dan selanjutnya jamaah pada setiap daerah mengembangkannya lebih lanjut di kawasan masing-masing. Secara historis, pada tahun 1973 Kyai Achmad mendapat ijazah dari KH Abdul Hamid, Pasuruan untuk membaca Fatihah 100 kali setiap hari. Selanjutnya, Kyai Achmad mengadakan riyadlah di PPI Ashtra beberapa tahun, baru setelah itu bacaan fatihah 100 kali dipadukan dengan bacaan lain untuk diwiridkan bersama-sama. Kemudian cara membacanya bisa dibagi dan dicicil dengan ketentuan: Subuh 30 kali, Dhuhur 25 kali, Ashar 20 kali, Maghrib 15 kali dan Isya’ 10 kali. Dzikrul Ghafilin paling afdhal jika dibaca setelah sholat dan dibaca dengan hati yang tulus ikhlas. Ada ceritera menarik antara Kyai Achmad dan Kyai Hamid: “Setiap memasuki tapal batas Pasuruan, Kyai Achmad selalu mengucapkan salam kepada KH Abdul Hamid, Pasuruan. Ketika bertemu, Kyai Hamid menyatakan bahwa beliau selalu menjawab salam Kyai Achmad”.
Dzikrul Ghafilin yang namanya diambil dari Al-Qur’an surat Al-A’raf 172 dan 265 menurut Kyai Achmad adalah wirid biasa, bukan wirid thariqat. Jika tariiqat dengan bai’at, kalau tidak menegakkan pasti dosa, sedang dzikrul ghafilin adalah dengan ijazah. Pengamalannya tanpa menimbulkan efek samping dan isi bacaannya terdiri dari Al-Fatihah, Asmaul Husna, Ayat Kursi, Istighfar, Sholawat dan tahlil
Ada 3 orang Kyai yang ikut meramu bacaan-bacaan dalam dzikrul ghafilin, yaitu: KH Abdul Hamid, Pasuruan, KH. Achmad Shiddiq (Jember) dan KH Khamiem Jazuli (Gus Mik, Kediri). Bahkan menurut Gus Mik, ada tiga tokoh lagi yang ikut andil dalam wirid dzikrul ghafilin, yaitu Mbah Kyai Dalhar (Gunung Pring Muntilan Magelang), Mbah Kyai Mundzir atau KH M Mubassyir Mundzir (Banjar Kidul Kediri), dan Mbah Kyai Hamid (Banjar Agung Magelang).
Tawashul bil Fatihah, dalam kitab dzikrul ghafilin ditujukan kepada:
1 . Rasulullah Muhammad SAW
- Malaikat Jibril, Mikail, Isrofil, Izroil, Penjaga Arsy, dan Malaikat Muqorrobin
- Nabi-nabi dan Rasul-rasul
- Ulul Azmi (Nabi Nuh As, Nabi lbrohim As, Nabi Musa As, Nabi Isa dan Nabi Muhammad saw)
- Istri-istri Nabi (Siti Aisyah, Siti Hafsoh. Siti Sa’udah, Siti Shofiayh, Siti Maimunah, Siti Roulah, Siti Hindun, Siti Zainab, dan Siti Zuwairiyah)
- Putra-putri Nabi (Qosyim, Abdullah, Ibrohim, Fatimah, Zainab, Ruqoyyah dan Ummi Kultsum)
- Keturunan (Dzurriyah) Nabi SAW
- Keluarga Nabi SAW
- Shahabat Nabi saw, khususnya Ahli Badar (yang wafat saat perang Badar, dari Muhajirin dan Anshor)
- Pengikut Nabi saw yaitu para Syuhada’, ‘ulama, ‘auliya’, sholihin, mushonniffin, muallifin, Mbah-mbah, orang tua (bapak dan ibu) dan orang-orang yang benar
- Nabi Khodliri Abi Abbas Balya bin Malkan As
- Sultonil’ Auhya’ Awwal yaitu:
a. Abi Muhammad Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Tholib
b. Sayyidina Husein ra
c. Sayyidina Ali bin Abi Tholib ra
d. Sayyidatina. Fatimah Az-Zahro ra - Sayyid Syech Muhyiddin Abu Muhammad (Sultonil’ Auliya Syech Abdul Qodir Al-Jilani ra) bin Abi Sholih Musa jangkadusat
- Sayyid Syech Ali Muhammad Bahauddin Naqsabandi ra
- Sayyid Syech Abu Hamid Muhammad Al-Ghozali ra
- Sayyid Syech Achmad Ghozali (adik Imam Ghozali)
- Sayyid Syech Abi Bakar As-Syibbli ra
- Sayyid Syech Qutub Ghowtsi Habib Abdullah bin Alwi Haddad ra
- Sayyid Syech Abi Yazid Toymuri bin lsa Bustomi ra
- Sayyid Syech Muhammad Hanafi
- Sayyid Syech Yusuf bin Ismail A-Nabhani ra
- Sayyid Syech Jalaluddin As-Suyuti ra
- Sayyid Syech Abu Zakariya Yahya bin Sarafinnawawi ra
- Sayyid Syech Abdul Wahhab As-Syaroni ra
- Sayyad Syech Ali Nuruddin Asy-Syowni ra
- Sayyid Syech Abi Abbas Achmad bin Ali Al-Buni ra
- Sayyid Svech Ibrohim bin Adhama ra
- Sayyid Syech Ibrohim. Ad-Dasuqi ra
- Sayyid Syech Abu Abbas Syihabuddin Achmad bin Umar Anshori Al-Anshori Al-Mursiy
- Sayyid Syech Sa’id Abdul Karim Al-Bushiri
- Sayyid Syech Abu Hasan Al-Bakri
- Sayyid Syech Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Buchori
- Sayyid Syech Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani
- Sayyid Syech Tajuddin bin Athoillah Al-Askandari ra
- Mazhab Empat, Khususnya
a Sayyid Syech Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i
b. Sayyid Syech Abu Hafsin Umar As-Suhrawardi
c. Sayyid Syech Abi Madyan
d- Sayyid Syech Ibnu Maliki Al-Andalusi
e. Sayyid Syech Abu Abdulloh Muhammad bin Sulaiman Al Jazuli
f Sayyid Syech Muhyiddin bin Al-Arabi
g. Sayyid Syech Imon bin Husayni ra - Al Qutub Al Kabir Sayyid Syech Abdussalam 1bnu Masyisyi
- Sayyid Syech Abu Hasani. Ali bin Abdillah bin Abdul Jabbar As-Syadzi1i
- Sayyid Syech Abi Mahfudz Ma’ruf Al-Karkhiy
- Sayyid Syech Abi Hasani Sari As-Saqofi
- Sayyid Syech Abu Qosim Al-Imam Junaidi Al-Baghdadi
- Sayyid Syech Abu `Abbas Ahmad Badawi
- Sayyid Syech Abu Husain Rifa’i
- Sayyid Syech Abu Abdillah Nu’ man
- Sayyid Syech Imam Hasani bin Abu Hasani Abi Sa’id Bashri
- Sayyidati Robi’ah Al-Adawiyah ra
- Sayyidati Ubaidah binti Abi Kilab ra
- Sayyid Syech Abu Sulaiman Ad-Daroni ra
- Sayyid Syech Abu Abdillah Al-Harits bin Asadi Al-Muhasibi ra
- Sayyid Syech Abi Faydl dzinnun Al-Misry ra
- Sayyid Syech Abi Zakariyya. Yahya bin Mu’adz Ar-Rozy ra
- Sayyid Syech Abi Sholih Hamdun an-Naisabur
- Sayyid Syech Husaini bin Mansur Al-Hallaj ra
- Sayyid Syech Jalaluddin Ar-Rumy ra
- Sayyid Syech Abi Hafsin Syarafiddin Umar bin Farid Al- Hamawiy Al-Mirsi ra
- Ikhwan Dzikrul Ghafilin
- Orang yang hidup dan mati baik itu:
a. Orang-orang shalihin
b. Auliya Rijalillah
c. Orang-orang yang Arif
d. Ulama Amilin
e. Para Auliya Jawa dan Madura khususnya Wali Songo
f. Kaum Sufi Muhaqiqin
Tentang Tawassul
Tentang “Tawassul”, Kyai Achmad memberikan penjelasan bahwa do’ a tawashul ada dua macam:
- Doa yang harus “dikatrol”, yaitu. Yaitu orang yang tidak faham dan tidak maqbul do’ anya akan dikatrol (ditolong) oleh orang faham dan khusyu’ dalam berdo’a Hal ini sama dengan sholat berjama’ah tersebut. Bila salah satu diterima amal sholatnya maka diterima semua yang berjama’ah tersebut. Karena itu sholat berjama’ah lebih baik dari sholat sendiri. Bahkan Imam Hambali menghukumi Fardlu Ain. Ada Hadits Nabi sebagai berikut: “Nabi didatangi seorang sahabat. Sahabat menyampaikan bahwa ia sering lupa do’a yang sudah diajarkan Nabi. Lalu Nabi mengatakan, “Bacalah do’a di bawah ini” maka nilainya sama”. “Ya Allah aku tidak tabu apa yang di doakan oleh Nabi Tapi aku juga ikut mohon doa itu. Dan apa yang diminta NAbi untuk dijauhkan dari bahaya, aku juga mohon ya Allah”.
- Doa yang bersifat “dorongan” yaitu: orang yang berdoa tidak maqbul karna jiwanya tidak bersih, sehingga perlu didorong atau di amini oleh orang yang maqbul doanya dan bersih hatinya�Ada hadits sebagai berikut “Ada tiga orang sahabat yang sedang berzikir di masjid. Salah satunya adalah Abu Hurairah yang masih muda usia. Lalu masuklah Nabi sambil bersabda: berdoalah kamu dan aku mengamininya. Satu persatu mereka berdoa dan di amini oleh Nabi. Giliran ketiga pada Abu Hurairah berdoa sebagai berikut: “Ya Allah semua yang diminta sahabat yang pertama, aku mohon juga. Begitu pula yang diminta sahabat yang kedua aku mohon juga Sekarang aku mohon untuk diriku sendiri. Ya Allah sejak kecil aku ini pelupa, aku mohon agar dapat hafal semua yang diajarkan Nabi”. Doa Abu Hurairah inipun di amini Nabi, maka sejak itulah la menjadi penghafal/perawi Hadits terbanyak. Ini karena dorongan amin Nabi yang langsung di terima Allah”.
Bintang Kyai Achmad
Pada Munas Ulama NU di Situbondo pada bulan Desember 1983, KH. Achmad Shiddiq menjelaskan makalahnya tentang “Penerimaan Azas Tunggal Pancasila bagi NU”. Beliau menyampaikan pokok-pokok fikiran dan berdialog tanpa kesan apolog: Beliau ungkap argumentasi secara mendasar dan rasional dari segi agama, historis maupun politik. “Pancasila dan Islam adalah hal yang dapat sejalan dan saling menunjang. Keduanya tidak bertentangan dan jangan dipertentangkan” ,kata Kyai Achmad.
Lebih lanjut ditegaskan: “NU menerima Pancasila berdasar pandangan syariah. bukan semata-mata berdasar pandangan politik. Dan NU tetap berpegang pada ajaran aqidah dan syariat Islam. Ibarat makanan, Pancasila itu sudah kita makan selama 38 tahun, kok baru sekarang kita persoalkan halal dan haramnya katanya setengah bergurau penuh diplomatic. Sungguh luar biasa, ratusan kyai yang sejak awal menampik Pancasila sebagai satu-saatunya Azas organisasi, berangsur-angsur berobah sikap dan menyepakatinya. Sejak saat itulah, sejarah mencatat NU menjadi ormas keagamaan yang pertama menerima Pancasila sebagai satu-satunya Azas.
Nama Kyai Achmad melejit bak “Bintang Kejora”, dalam Munas NU itu. Dan tak heran, dalam Muktamar NU ke 27 di Situbondo itu, Kyai Achmad Shiddiq terpilih sebagai Ro’is Aam PBNU, sedang KH. Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Umum Tanfidziahnya, bentuk pasangan yang, ideal.
Duet Kyai Achmad dan Gus Dur temyata marnpu mengangkat pamor NU ke permukaan. Beberapa. kali NU bisa selamat ketika menghadapi setiap persoalan besar dan pelik berkat kepemimpinan keduanya. Semisal goncangan, ketika Kyai As’ ad yang kharismatik mengguncang NU dengan sikap mufaroqohnya terhadap kepemimpinan Gus Dur. Dalam Munas NU di cilacap tahun 1987, Kyai As’ ad menginginkan Gus Dur dijadikan agenda Munas, dan diganti. Namur demikian, Kyai Achmad Shiddiq dan Kyai Ali Ma’shum tampil membelanya.
Kyai Achmad dalam posisi sulit dan menentukan itu mampu meyakinkan warga NU untuk tetap kukuh dengan khittah NU 1926. Pada Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada tahun 1989 Kyai Achmad menegaskan pendiriannya tentang Khittah. “NU ibarat kereta, api, bukan taksi yang bisa, dibawa, sopirya, ke mana, saja. Rel NU sudah tetap”, ujarnya bertamsil. Dengan tamsil ini pula Muktamar Yogyakarta dapat mempertahankan duet Kyai Achmad dengan Gus Dur.
Membaca Al Quran dan Pembangunan Indonesia
Al Quran itu pedoman hidup juga pengayom setiap muslim dan di samping itu al-Quran juga memberi barokah, membaca al-Quran itu ibadah meskipun yang membaca belum paham arti dan makna Al Quran.
Di setiap rumah seorang muslim harus tersimpan alQuran, jika satu di antara penghuni rumah ada yang membaca alQuran maka seluruh penghuninya dijamin tidak kekurangan nafkah hidup. Bacalah Al Quran dengan cara yang terbaik dan biasakan membaca alQuran, lalu biasakan juga mendengarkan orang membaca Al Quran.
Bagaimana rumah tangga orang Islam sekarang? Jika belum biasa, usahakan seminggu sekali, setiap malam Jumat baca Al Quran, dengan membaca Al Quran di malam Jumat setidaknya kita sudah bisa membedakan satu hari saja dibanding hari-hari yang lain.
Jika setiap rumah muslim Indonesia membaca Al Quran, maka pembangunan Indonesia akan baik. Dampak Al Quran bermula dari setiap rumah tangga, membaca Al Quran sedikit demi sedikit tentu memberi pengaruh ke diri kita, menetes dan merasuk ke dalam hati.
Penghargaan
Sekitar 5 tahun setelah wafatnva, tepatnya pada tanggal 9 Nopember 1995, Kyai Achmad masih mendapatkan penghargaan “Bintang Maha Putera NARARYA, dari Pemerintah dan beliau tercatat sebagai Pahlawan Nasional Mantan Tokoh NU
Foto📸: KH. Achmad Muhammad Hasan Shiddiq dan istri kedua beliau, Nyai Hj. Nihayah
Sumber:
Buku Biografi Mbah Shiddiq