Pesantren Anti Kekerasan Seksual
Indonesia hari ini darurat kekerasan seksual. Hampir setiap tiga jam korban kekerasan seksual terjadi di negeri yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa ini.
Pelakunya beragam. Sejak orang miskin sampai orang kaya. Mulai dari orang bodoh hingga orang terdidik. Baik orang yang tidak dikenal, maupun orang yang paling dekat dengan korban. Yang terakhir ini justru memangsa korban terbanyak.
Sungguh hati kita tersayat-sayat mendengar keterlibatan pesantren dalam tindakan keji kekerasan seksual. Apalagi diberitakan sebagai pelaku, dan korban berada di dalamnya.
Sebagai alumni pesantren, baru mendengar saja rasanya malu sekali. Ilmu dan hikmah yang telah kita peroleh seolah ambyar gegera berita kekerasan seksual ini.
Bila tindakan primitif ini benar terjadi dan tidak ditindak tegas, sungguh bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas pendidikan tertua di Nusantara ini.
Tentu kita paham bahwa pesantren adalah benteng pertahanan Islam moderat dan reproduksi yang paling masif muslim moderat di Indonesia.
Indonesia tegak kokoh berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tidak terlepas dari peran signifikan para kyai dan santri pesantren yang menopangnya setiap masa.
Oleh karena itu, kita harus menjaga sepenuh hati pesantren agar tetap menjadi pelita bangsa yang menerangi Indonesia dalam pancaran toleransi, keadilan, kesetaraan, kemanusiaan, dan kenyamanan bagi semua keragaman.
Salah satu caranya adalah tidak menciderai, mengotori, dan merusak pesantren dengan sikap dan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman yang dianut pesantren. Terang benderang, ajaran Islam pesantren menolak segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Bagi kaum pesantren, kekerasan seksual tidak saja menciderai kemanusiaan, apalagi bila korbannya perempuan dan anak, tetapi juga melawan ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
Sungguh keji (fahisyah) dan seburuk-buruk tindakan (sa’a sabilan), orang yang terjerumus dalam kubangan kekerasan seksual. Oleh karena itu, jelaslah kita wajib menjaga dan melindungi pesantren dari segala ucapan, sikap, dan perilaku yang mengarah pada kekerasan seksual. Tidak ada ruang sejengkal pun di pesantren untuk pelaku kekerasan seksual.
Sebagai wujud komitmen yang kokoh, pesantren harus mendeklarasikan diri untuk melawan kekerasan seksual di manapun berada dan siapapun pelakunya. Pesantren juga perlu bergandengan tangan dengan elemen bangsa yang lain untuk mendesak DPR RI agar segera mengesahkan RUU Penghapusan kekerasan Seksual menjadi UU.
Indonesia butuh mendesak perangkat UU ini. Kekerasan seksual yang sudah liar ini tidak cukup hanya dilawan oleh moral dan ajaran agama, melainkan harus dengan perangkat hukum yang tegas dan berpihak penuh, tanpa kompromi.
Oleh : Dr. KH. Marzuki Wahid, M.Ag., Sekretaris LAKPESDAM PBNU.